Kamis, 08 Juli 2010
kebudayaan
Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu', juga acara upacara Ma'nene'. Dan Upacara Adat Rambu Tuka.
Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo' diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.
RAMBU TUKA
Acara upacara adat Rambu Tuka' (acara untuk memasuki rumah adat yang baru/Tongkonan) atau yang selesai direnovasi; dan waktunya sekali dalam 50 atau 60 tahun. Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau Mangrara Banua Sura'.
Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa' Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
RAMBU SOLO (Upacara Pemakaman)
Rumah bambu tarnpak berderet, himpit menghimpit diatas padi yang tengah menghijau, tidak jauh dari situ berbaris orang orang mengikuti dibelakang mereka hewan ternak untuk dipersembahkan pada tuan rumah, tidak ketinggalan pula tuan rumah menyambut dengan ramahnya oleh tari tarian dan beraneka macam santapan yang telah dipersiapkan di atas daun pisang. Sepintas terlihat bak sebuah acara menyambut kesuka-citaan besar, tidak dinyana upacara yang begitu megahnya adalah upacara untuk prosesi pemakaman yang lebih dikenal dengan upacara Rambu Solo'.
Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Namun dalam Pelaksanaannya, upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
Dipasang Bongi: Upacara yang hanya diiaksanakan dalam satu malam. Dipatallung Bongi: Upacara yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah dan ada pemotongan hewan.
Dipalimang Bongi: Upacara pemakamanyang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta pemotongan hewan
Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan hewan.
Biasanya pada upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentan waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah "lapangan Khusus" karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Mebalun (membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma'Popengkalo Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).
Tidak hanya ritual adat yang dapat dijumpai dalam Upacara Rambu solo, berbagai kegiatan budaya yang begitu menariknya dapat dipertontonkan dalam upacara ini, antara lain : Mapasilaga tedong (Adu kerbau), perlu diketahui bahwa kerbau di Tana Toraja memiliki ciri yang mungkin tidak dapat ditemui didaerah lain, mulai yang memiliki tanduk bengkok kebawah sampai dengan kerbau berkulit putih; Sisemba (Adu kaki); Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo': Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.; Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.
PEMAKAMAN
Kematian bagi masyarakat Toraja menjadi salah satu hal yang paling bermakna, sehingga tidak hanya upacara prosesi pemakaman yang dipersiapkan ataupun peti mati yang dipahat menyerupai hewan (Erong), namun mereka pun mempersiapkan tempat "peristirahatan terakhir" dengan sedemikian apiknya, yang tentunya tidak lepas dari strata sosial yang berlaku dalam masyarakat Toraja maupun kemampuan ekonomi individu, umumnya tempat menyimpan jenazah adalah gua/tebing gunung atau dibuatkan sebuah rumah (Pa'tane). Budaya ini telah diwarisi secara turun temurun oleh leluhur mereka.
Adat masyarakat Toraja menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, merupakan kekayaan budaya yang begitu menarik untuk disimak lebih dalam lagi, dapat dijumpai di beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah menjadi obyek wisata, seperti Londa, yang merupakan pemakaman purbakala yang berada dalam sebuah gua, dapat dijumpai puluhan erong yang berderet dalam bebatuan yang telah dilubangi, tengkorak berserak di sisi batu menandakan petinya telah rusak akibat di makan usia; Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, hasil kombinasi antara ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan kreasi tangan terampil Toraja pada abad XVI (dipahat) atau liang Paa'. Jumlah liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik.
kebudayaan
Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu', juga acara upacara Ma'nene'. Dan Upacara Adat Rambu Tuka.
Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo' diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.
RAMBU TUKA
Acara upacara adat Rambu Tuka' (acara untuk memasuki rumah adat yang baru/Tongkonan) atau yang selesai direnovasi; dan waktunya sekali dalam 50 atau 60 tahun. Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau Mangrara Banua Sura'.
Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa' Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
RAMBU SOLO (Upacara Pemakaman)
Rumah bambu tarnpak berderet, himpit menghimpit diatas padi yang tengah menghijau, tidak jauh dari situ berbaris orang orang mengikuti dibelakang mereka hewan ternak untuk dipersembahkan pada tuan rumah, tidak ketinggalan pula tuan rumah menyambut dengan ramahnya oleh tari tarian dan beraneka macam santapan yang telah dipersiapkan di atas daun pisang. Sepintas terlihat bak sebuah acara menyambut kesuka-citaan besar, tidak dinyana upacara yang begitu megahnya adalah upacara untuk prosesi pemakaman yang lebih dikenal dengan upacara Rambu Solo'.
Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Namun dalam Pelaksanaannya, upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
Dipasang Bongi: Upacara yang hanya diiaksanakan dalam satu malam. Dipatallung Bongi: Upacara yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah dan ada pemotongan hewan.
Dipalimang Bongi: Upacara pemakamanyang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta pemotongan hewan
Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan hewan.
Biasanya pada upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentan waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah "lapangan Khusus" karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Mebalun (membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma'Popengkalo Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).
Tidak hanya ritual adat yang dapat dijumpai dalam Upacara Rambu solo, berbagai kegiatan budaya yang begitu menariknya dapat dipertontonkan dalam upacara ini, antara lain : Mapasilaga tedong (Adu kerbau), perlu diketahui bahwa kerbau di Tana Toraja memiliki ciri yang mungkin tidak dapat ditemui didaerah lain, mulai yang memiliki tanduk bengkok kebawah sampai dengan kerbau berkulit putih; Sisemba (Adu kaki); Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo': Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.; Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.
PEMAKAMAN
Kematian bagi masyarakat Toraja menjadi salah satu hal yang paling bermakna, sehingga tidak hanya upacara prosesi pemakaman yang dipersiapkan ataupun peti mati yang dipahat menyerupai hewan (Erong), namun mereka pun mempersiapkan tempat "peristirahatan terakhir" dengan sedemikian apiknya, yang tentunya tidak lepas dari strata sosial yang berlaku dalam masyarakat Toraja maupun kemampuan ekonomi individu, umumnya tempat menyimpan jenazah adalah gua/tebing gunung atau dibuatkan sebuah rumah (Pa'tane). Budaya ini telah diwarisi secara turun temurun oleh leluhur mereka.
Adat masyarakat Toraja menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, merupakan kekayaan budaya yang begitu menarik untuk disimak lebih dalam lagi, dapat dijumpai di beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah menjadi obyek wisata, seperti Londa, yang merupakan pemakaman purbakala yang berada dalam sebuah gua, dapat dijumpai puluhan erong yang berderet dalam bebatuan yang telah dilubangi, tengkorak berserak di sisi batu menandakan petinya telah rusak akibat di makan usia; Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, hasil kombinasi antara ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan kreasi tangan terampil Toraja pada abad XVI (dipahat) atau liang Paa'. Jumlah liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik.
Kesenia
Tana Toraja memiliki kesenian daerah yang telah mendarah daging turun temurun pada masyarakatnya. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan oleh-Nya maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memiliki cita rasa di bidang seni yang tinggi tentang budayanya sendiri. Kesenian daerah yang ada di Toraja antara lain :
Tarian-tarian
pa'gellu
Gellu' Pangala' adalah salah satu tarian tradisional dari Tana Toraja yang dipentaskan pada acara pesta "Rambu Tuka" juga tarian ini ditampilkan untuk menyambut para patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan. Tetapi tarian ini tabu atau pamali dipentaskan pada acara "Rambu Solo".
tarian ma'badong
Penari membuat lingkaran yang saling mengkaitkan jari-jari kelingking. Penari bisa pria juga bisa wanita setengah baya atau tua.
Biasanya mereka berpakaian serba hitam namun terkadang berpakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.
Tarian ini hanya diadakan pada upacara kematian ini bergerak dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melantunkan lagu (Kadong Badong) yang syairnya berisikan riwayat manusia mulai dari lahir hingga mati dan do'a, agar arwah si mati diterima di negeri arwah (Puya) atau alam dialam baka.
Tarian Badong ini biasanya berlangsung berjam-jam, sering juga berlangsung semalam suntuk. Perlu diketahui bahwa hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari/malam ke atas yang boleh dilaksanakan tarian Badong ini atau khusus bagi kaum bangsawan.
Musik
Di samping seni tari dan seni suara serta pantun juga diperkenalkan seni musik tradisional Toraja antara lain :
Passuling
Semua lagu-lagu hiburan duka dapat diikuti dengan suling tradisional Toraja (Suling Lembang). Passuling ini dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu duka (Pa'marakka) dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakan dukacitanya. Passuling ini dapat juga dimainkan di luar acara kedukaan, bahkan boleh dimainkan untuk menghibur diri dalam keluarga di pedesaan sambil menunggu padi menguning.
Pa'pelle/Pa'barrung
Semua lagu ini sangat digemari oleh anak-anak gembala menjelang menguningnya padi di sawah. Alat musiknya terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau yang besar. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara dan sejenisnya.
Pa'pompang/Pa'bas
Inilah musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra. Dimainkan oleh banyak orang biasanya murid-murid sekolah di bawah pimpinan seorang dirigen. Musik bambu jenis ini sering diperlombakan pada perayaan bersejarah seperti hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, Peringatan Hari Jadi tana Toraja. Lagu yang dimainkan bisa lagu-lagu nasional, lagu-lagu daerah Tana Toraja, lagu-lagu gerejawi, dan lagu-lagu daerah di seluruh Indonesia.
Pa'karobi
Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang atau bibir disentak-sentak sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namun mengasyikkan.
Pa'tulali'
Bambu kecil yang halus, dimainkan sehingga menimbulkan bunyi/suara yang lumayan untuk menjadi hiburan.
Pa'geso'geso'
Sejenis alat musik gesek. Terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara khas. Alat ini mengeluarkan nada sesuai dengan tekanan jari si pemain pada dawai. Pa'geso'-geso' terkenal dari Kecamatan Saluputti.
Rumah Adat ( Tongkonan )
RUMAH ADAT ( TONGKONAN )
Konon bentuk tongkonan menyerupai perahu kerajaan Cina jaman dahulu
Terik sinar matahari terasa semakin menyengat mata pada saat dipantulkan oleh papan berwarna merah yang menopang sebuah bangunan dengan bentuknya bak perahu kerajaan cina, guratan pisau rajut merajut di atas papan benwarna merah membentuk ukiran sebagai pertanda status sosial pemilik bangunan, ditambah lagi oleh deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di depan rumah, semakin menambah keunikan bangunan yang terbuat dari kayu tersebut. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai dihampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, lebih dikenal dengan sebutan nama Tongkonan.
Konon kata Tongkonan berasal dari istilah "tongkon" yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial.
Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga
bertingkat-tingkat dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenis tongkonan,
antara lain yaitu Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan
yaitu Tongkonan yang satu ini berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.
Tongkonan Batu A'riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang.
Tongkonan ini yang mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan. Tongkonan merupakan peninggalan yang harus dan selalu dilestarikan, hampir seluruh Tongkonan di Tana Toraja sangat menarik untuk dikunjungi sehingga bisa mengetahui sejauh mana adat istiadat masyarakat Toraja, serta banyak sudah Tongkonan yang menjadi objek wisata.
Tongkonan yang sudahmenjadi objek wisata diantaranya
Tongkonan Marimbunna
Tongkonan tersebut terletak dikelurahan Tikala, sekitar 6 Km arah utara Rantepao. Marimbunna, merupakan nama dari orang pertama yang datang di daerah ini. Mempunyai daya tarik berupa peninggalan-peninggalan Marimbunna, yaitu: rumah sekaligus tempat mandi yang letaknya berada di atas karang, liang batu yang proses pembuatannya dipahat dengan menggunakan kayu serta ada juga kuburan Marimbunna yang diukir berbentuk perahu dan kerbau berdiri. Di sini kita juga dapat menjumpai jasad Marinbunna, yang tinggal tulangnya saja namun rambutnya tetap menempel di dahinya.
Tongkonan Bate-Banbalu
Tongkonan Bate-Bambalu terletak di Kecamatan Sa'dan Balusu, dengan jarak tempuh sekitar 2,5 Km arah timur Palopo. Didirikan sekitar abad X Masehi dan merupakan tongkonan tertua di daerah tersebut. Didirikan oleh seorang yang bernama Tanditonda, yang merupakan nenek moyang penduduk disana. Mitos yang ada menyebutkan bahwa Tanditonda adalah orang yang kaya akan kerbau dan gemar minum susu kerbau, hingga suatu saat susu-susu kerbaunya hilang dicuri orang, yang ternyata kelak si pencuri itu menjadi istrinya. Sebelum menikah dengan perempuan yang bernama Manurun Di Batara tersebut, mereka
membuat kesepakatan bahwa Tangditonda tidak boleh memukul istrinya. Namun suatu saat janji itu dilanggarnya, istrinya yang sebenarnya dewa itu akhirnya meninggalkannya menuju langit, jalan lewat pelangi, dengan meninggalkan rumah tongkonannya, dan juga tenun yang belum selesai.
Tongkonan Siguntu'
Tongkonan Siguntu' terletak di Dusun Kadundung, Desa Nonongan Kecamatan
Sanggalangi'. Dengan jarak sekitar 5 Km dari
Tongkonan Lingkasaile-Beloraya
Tongkonan Lingkasaile adalah tongkonan yang pertama kali di daerah ini. Dibangun di kawasan Desa Balusu, 14 Km dari Rantepao, pendirinya bernama Takke Buku, keturunan Polo Padang dan Puang Gading. Tongkonan yang sudah ditumbuhi tanaman paku diatapnya ini, masih menyimpan perabot rumah tangga tempo dulu. Selain itu, tongkonan ini punya daya pikat khusus, yaitu di percaya, bila kita lewat pasti ingin menolehnya kembali. Oieh karena itulah tongkonan ini disebut dengan Lingkasaile-Beloraya, lingka sendiri berarti langkah, sedangkan Beloraya berarti menoleh kembali. Takke Buku memiliki/menyandang gelar Puang Takke Buku, beliau hidup kurang lebih pada abad ke-10. Selain Tongkonan Lengkasaile yang dibangun, ia juga membuat kuburan Bagi keluarganya yang disebut Liang Sanda Madao dan Rante Tendan yang digunakan tempat upacara pemakaman.
Tongkonan Rantewai
Tongkonan Rantewai atau Tongkonan Ranteuai, ini dibangun oleh sepasang suami istri bernama To welai Langi'na dan Tasik Rante Manurun. Didirikan sekitar abad XVII, Tongkonan ini memiliki simbol kepemimpinan, yakni tergambar pada patung kayu yang berbentuk "kepala naga" sebanyak delapan
buah. Pada tahun 1917, Seluruhpeninggalan mengenai bukti perjuangan dalam mempertahankan tanah air bisa kita dapatkan di rumah adat Tongkonan Kollo-kollo ini.
Tongkonan Penanian
Suatu nama yang manis, oleh karena "Penanian" dalam bahasa Toraja, berarti sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang, untuk dibaca dan dinyanyikan. Tongkonan ini terletak sekitar 14 Km arah timur
Tongkonan Layuk Pattan
Tongkonan layuk pattan, terletak di desa ulusalu, sekitar 18 Km dari
Tongkonan Unnoni
Unnoni artinya, "Berbunyi dan bergabung keseluruh penjuru". Nama ini membawa nama harum bagi keturunan leluhur dari Tongkonan Unnoni, sebab beberapa turunan dari tongkonan ini menjadi Kepala Distrik yang sekaligus dilantik sebagai puang (golongan bangsawan tertinggi), di wilayah Sa'dan Balisu desa paling utara Tana Toraja. Puang, sekaligus sebagai to Parengnge' yakni sebagai pemimpin adat dan pemimpin rakyat. Turunan yang berasal dari tongkonan Unnoni antara lain ne' Tongongan, Puang ne'Menteng, Puang Bulo', Puang Pong Sitemme', Puang Ponglabba, Puang Ne' Matandung dan terakhir Puang Duma'Bulo' . Tongkonan Unnoni melahirkan atau erat hubunganya dengan Tongkonan Belo' Sa'dan,Tongkonan Rea, Tongkonan Buntu Lobo' dan Tongkonan Pambalan. Generasi Tongkonan Unnoni merupakan generas i
yang pandai menenun . Istri para pemimpin dari masing-masing Tongkonan inilah yang memiliki ketrampilan menenun secara tradisional (tenun ukir). Cara menenun ini, oleh istri pemimpin diajarkan pada rakyatnya, hingga sekarang dan dapat dilestarikan. Proses menenun Tenun Paruki' inilah, yang dipertontonkan di Tongkonan Unnoni, mulai dari cara merendam benang sampai bisa jadi selembar kain tenun yang terukir cantik dan indah, dalam ukiran motif Toraja melalui sembilan tahapan.
Rabu, 07 Juli 2010
PALODANG Kaero Sangalla'
Anda pasti bertanya2 pada diri Anda sendiri.
Sayapun akan memaparkan ulasan ini.
Tapi !!!..........
tunggu ulasan berikutnya.
soalnya kaga' gampang/tak semudah itu mendapatkan informasi ini.
sabar ya,,,,,,,,,,,,.
Selasa, 06 Juli 2010
kendu
adalah...........?????????
adalah............???????????
dari bahasa kotor anak palopo sulawesi selatan.
tondok bang'la tokesan
(palasa makati' tanduk biuwaran)
lebih jelas dengan ini......!!!
tunggu aja posting berikut
berisikan :
1.Cerita Rakyat
2.Sejarah
3.dll.